Modul 1.1.a.5 – Filosofi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Serta Kaitannya dengan Konteks Sosio-Kultural Daerah

HASIL DISKUSI KELOMPOK FORUM DISKUSI VIRTUAL RUANG KOLABORASI

MATERI DISKUSI: FILOSOFI PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA SERTA KAITANNYA DENGAN KONTEKS SOSIO-KULTURAL DAERAH ANDA (MINANGKABAU)

Apa kekuatan konteks sosio-kultural di daerah anda yang sejalan dengan pemikiran Ki hajar Dewantara?

Konteks sosio kultural di daerah saya khususnya di Sumatera Barat yaitu Ranah Minangkabau yang sejalan dengan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah banyaknya Falsafah adat Minangkabau yang memang menjadi panduan keseharian dari masyarakat Minangkabau itu sendiri.  Falsafah adat Minangkabau seperti Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Alam Takambang Jadi Guru, Adanya Kato Nan Ampek adalah berbagai konteks sosio-kultural yang ada di Minangkabau yang erat kaitannya dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Adanya Profil Pelajar Pancasila yang menekankan pada penciptaan akhlak yang mulia bagi murid, sejalan dengan pepatah Minangkabau Kato Nan Ampek yaitu Kato Mandaki, Kato Mandata, Kato Manurun dan Kato Malereang adalah pembiasaan bagaimana bersikap dan berperilaku kepada orang yang lebih tua, orang yang lebih kecil, teman sebaya dan orang yang disegani. Hal ini adalah satu bentuk bukti adanya keselarasan antara sosio-kultural dengan pemikiran pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara.

Konteks sosio-kultural yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yaitu dengan adanya kebiasaan adat istiadat masyarakat Minangkabau dari dahulu hingga sekarang. Salah satunya adalah kebiasaan Babaliak ka Surau. Hal ini erat kaitannya dengan kebiasaan orang Minangkabau sejak dahulunya yang menjadikan surau atau tempat ibadah sebagai pusat kegiatan masyarakat. Surau tidak hanya dijadikan sebagai sarana untuk beribadah saja, namun banyak kegiatan masyarakat lainnya yang dipusatkan di surau. Anak-anak belajar mengaji, beladiri, bermusyawarah adalah salah satu kegiatan yang dipusatkan di surau oleh masyarakat di Minangkabau sejak dahulunya. Oleh sebab itu bentuk sosio-kultural tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan dimana kemerdekaan belajar yang akan menciptakan sikap gotong royong dan kemandirian bisa ditanamkan pada murid.

Salah satu bentuk sejalannya aspek sosio-kultural dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah adanya dasar-dasar pendidikan yang menuntun. Salah satu pepatah Minangkabau adalah Anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan. Hal ini adalah satu bukti adanya tuntunan pada sosio-kultural masyarakat Minangkabau yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang dasar-dasar pendidikan yaitu pendidikan yang menuntun siswa menjadi lebih baik.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara salah satunya adalah adanya kodrat alam dan kodrat zaman bagi murid. Pada konteks sosio-kultural Minangkabau, sejak kecil anak-anak diajarkan bagaimana bersikap dengan baik. Nak Tinggi Naiak an Budi, Nak Luruih Rantangkan Tali. Artinya adanya keselarasan antara sosio-kultural adat Minangkabau dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai keseimbangan antara kodrat alam dan kodrat zaman pada pendidikan.

Kemerdekaan belajar yang menjadi pemikiran Ki Hajar Dewantara sejalan dengan kemerdekaan yang diajarkan oleh masyarakat Minangkabau sejak dahulu. Konteks sosio-kultural di Minangkabau yang mengatakanBulek Aia Dek Pambuluah, Bulek Kato Dek Mufakaik. Artinya adanya kemerdekaan dan kebebasan yang bersifat mengikat bagi masyarakat Minangkabau dalam hidup dan penghidupannya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menitikberatkan kemerdekaan belajar yang diterapkan pada pembelajaran murid di sekolah

Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dikontekstualkan sesuai dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah anda?

Nilai-nilai luhur kearifan lokal budaya daerah khususnya di daerah Minangkabau erat kaitannya dengan nilai-nilai keislaman. Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah. Sosio-kultural masyarakat Minangkabau termanifestasi dalam Falsafah Minangkabau tersebut. Kearifan lokal budaya di Minangkabau bersifat terbuka karena terbiasa hidup berdampingan dengan orang lain baik di perantauan atau didaerah sendiri. Salah satu kearifan lokal budaya minangkabau adalah MalakokMalakok adalah kebiasaan perekat sosial antara pendatang dengan tuan rumah di Minangkabau. Nilai-nilai sosio kultural  semakin kuat bila didukung oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor agama. Kekuatan nilai sosial di Minangkabau antara pendatang dan tuan rumah akan semakin erat karena dilandaskan dengan kesamaan agama yaitu agama islam dalam interaksi sosialnya. Jika perbedaan agama yang ada juga tidak menjadi persoalan selama nilai-nilai sikap positif selalu ditunjukkan dalam interaksi sosialnya. Malakok adalah salah satu kultur sosio-kultural di Minangkabau yang sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan. Merdeka belajar adalah konsep pendidikan yang menitikberatkan kesamaan perlakuan terhadap seluruh murid tanpa memandang strata sosial dan lain sebagainya. Selanjutnya nilai-nilai luhur kearifan lokal yang ada di Minangkabau adalah adanya penanaman Mentalitas di Minangkabau. Salah satu pepatah minangkabau mengatakan Anak Dipangku, Kamanakan Dibimbiang, Urang Kampuang Dipatenggangkan. Hal ini adalah salah satu bentuk penananam karakter atau mentalitas bagi generasi di Minangkabau. Adanya peran ayah, peran mamak di Minangkabau dalam pembentukan sikap dan karakter terhadap anak kemenakannya sejak dini. Sebagai seorang ayah, anak dididik dengan baik dengan sikap dan perangai yang baik. Sebagai seorang mamak, kemenakan dibimbing dengan baik. Nak Tinggi Naiak an Budi. Begitu erat dan pentingnya peran orangtua dalam mendidik, menuntun dan melatih anak kemenakannya agar memiliki akhlak mulia sesuai dengan tumbuh kembangnya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan tentang dasar-dasar pendidikan yaitu pendidikan yang menuntun. Murid yang memiliki kodrat alam dan kodrat zaman, dituntun dengan sebaik mungkin oleh guru agar menjadi generasi yang memiliki watak berketuhanan, berakhlak mulia, mandiri, berkebhinekaan global dan sebagainya. Selanjutnya kearifan lokal yang ada di Minangkabu yaitu adanya tenggang rasa yang tinggi antar sesama. Pepatah Minangkabau mengatakan Kaba Baiak Baimbauan, Kaba Buruak Bahambua an. Artinya jika ada berita baik pada masyarakat, maka akan disebar luaskan kepada masyarakat sehingga kegembiraan dapat dirasakan secara bersama. Begitu juga sebaliknya jika ada berita buruk, kemalangan atau berita duka maka masyarakat secara bersama akan bersimpati dan secara bersama ikut dalam membantu anggota masyarakat yang ditimpa musibah. Hal ini juga sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu adanya merdeka belajar yang menitikberatkan pada sikap tenggang rasa antar sesama. Pada Dimensi Profil Pelajar Pancasila salah satunya adalah gotong royong. Prinsip dan kekuatan kearifan lokal budaya Minangkabau ini juga sejalan jika dikontekstualkan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Selanjutnya kekuaran kearifal lokal sosio-kultural di Minangkabau adalah adanya sikap saling menghormati. Pepatah Minangkabau mengatakan Nan buto paambuih lasuang, Nan Pakak palapeh badia, Nan lumpuah paunyi rumah, nan kuaik pambaok baban, nan binguang disuruah-suruah nan cadiak lawan barundiang. Pepatah ini mencerminkan sikap dan perilaku masyarakat di Minangkabau yang saling menghormati antar sesama. Masyarakat minangkabau mempercayai bahwa setiap orang dengan segala kelebihan dan kekurangannya memiliki manfaat bagi orang lain. Kekurangan yang ada tersebut dapat dijadikan kelebihan tersendiri bagi kebermanfaatan untuk masyarakat. Kekuatan kearifan lokal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan pada sikap dan rasa optimis pada keberhasilan pendidikan dengan diferensiasi pembelajaran. Diferensiasi pembelajaran tersebut memberikan vibes positif pada diri seorang guru dimana murid-murid di sekolah memiliki kelebihan dan keunikan masing-masing ditengah kekurangan-kekurangan yang ada seiring dengan tumbuh kembang kodrat alam dan kodrat zamannya. Itulah sedikit diantara nilai-nilai luhur yang ada pada sosio-kultural masyarakat di Minangkabau yang dapat dijabarkan pada hasil diskusi ini. Oleh sebab itu nilai-nilai luruh budaya daerah ini menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus anggota masyarakat di lingkungannya.

Sepakati satu kekuatan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menebalkan laku murid di kelas atau sekolah anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah anda yang dapat diterapkan!

Satu pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah adanya pendidikan yang menuntun. Murid tumbuh berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Ibarat tanaman padi, seorang petani hanya dapat menuntun bagaimana tanaman padi tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tanah yang subur, ketersediaan air yang baik, pemberian pupuk secara berkesinambungan adalah bentuk usaha dan tuntunan seorang petani agar padi yang ditanam dapat tumbuh dengan baik dan unggul. Padi akan tumbuh dan berkembang secara alamiah sebagai tanaman padi. Mustahil padi yang ditanam akan besar menjadi jagung. Maka pengkondisian secara menyeluruh yang dilakukan oleh petani akan menetukan tumbuh kembangnya tanaman padi. Apakah tumbuh kembang menjadi padi yang unggul atau menjadi tanaman gagal? Hal itu tergantung pada perlakuan dan pengkondisian yang dilakukan oleh seorang petani. Terkait dengan konteks sosio-kultural kearifan lokal yang ada di Sumatera Barat yaitu adanya penanaman mentalitas pada generasi minangkabau.  Pepatah Minangkabau yang mengatakan Anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan serta pepatah Minangkabau yang mengatakan Nak Tinggi Naiak an Budi, Nak Luruih Rantangkan Tali dan Nak Kayo Kuek Mancari adalah salah satu kearifan lokal yang bertujuan untuk menghasilkan generasi yang unggul baik dari segi karakter maupun kemandiriannya. Hal ini sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut sehingga dari hasil diskusi, kami menyepakati bahwa Mentalitas adalah satu kekuatan dan prinsip dari pemikiran Ki Hajar Dewantara yang selaras dengan kearifan lokal di Sumatera Barat yang dapat menebalkan laku murid di sekolah atau di kelas.